![]() |
gundul2 pacul |
Sesungguhnya ajaran agama langit (samawi) yang paling pokok adalah mengenai kepercayaan kepada Zat Yang Menciptakan dan lima “etape” perjalanan hidup manusia tentang dari mana dia berasal, apa dan bagaimana dia berada, dan kemana dia akan kembali. Yaitu mulai dari alam rohani, alam gua garba, alam dunia, alam barzakh atau alam kubur (menunggu giliran sidang pengadilan, analogi dengan sel kejaksaaan), dan alam akhir. Prof Quraish Shihab mengibaratkan agama sebagai sebuah payung. Jika dalam
perjalanan nanti ternyata benar-benar hujan, maka bagi yang membawa payung akan selamat atau terhindar dari kehujanan. Dai kondang “sejuta umat” KH Zaenuddin MZ menggambarkan mengenai (kepercayaan) agama dengan bahasa yang lebih ”membumi” dengan gaya khas “slengekan” menyebutkan bahwa jikalau seluruh umat manusia tidak (mau) menyembah Tuhan, sesungguhnya Tuhan “tidak akan berhenti menjadi Tuhan”. Kedua ilustrasi tersebut menyimpan sebuah hikmah. Musa as, nabi dari nabi “ulul azmi” bahkan harus belajar dan menemukan hikmah melalui Khidir, sang pemegang “hikmah laduni” sebagaimana diriwayatkan Al-Quran dalam surat Al-Kahfi. Berikut ini sebuah dongeng satire berkisah tentang perjalanan dan perjuangan seorang santri untuk mencapai ilmu dan hikmah. Sepuluh tahun sudah ia berguru di sebuah pondok pesantren di pelosok sebuah kaki gunung, ketika datang saatnya ia harus berpamitan kepada sang kiai untuk “turun gunung”, dan mengabdikan dan mengamalkan ilmunya kepada masyarakat. Dalam perjalanan hari itu, bertepatan dengan hari Jumat, ia singgah di suatu dusun dan menghampiri mesjid guna melaksakan ibadah salat Jumat. Tampaknya ia termasuk datang lebih awal, karena belum begitu banyak jamaah lain yang hadir. Sebagai seorang “fresh graduate”, dengan khusyuk ia duduk bersimpuh di baris pertama di depan mihrab. Sekarang giliran waktunya khatib naik mimbar untuk menyampaikan khutbah. Selang beberapa lama khatib berbicara, tiba-tiba terdengar suara sedikit keras memecah keheningan, dan sekilas tampak seseorang berdiri di baris depan berhadapan dengan sang khatib. Rupanya sang santri yang sedang menyampaikan protes, karena ada materi khutbah yang dianggap tidak sesuai dengan pendapatnya. Kontan saja para jamaah yang sedang tenang mendengarkan khutbah dibuat kaget dan terperangah. Adegan tersebut tak berlangsung lama. Setelah terhenti sejenak, khatib pun melanjutkan khutbahnya. Namun lagi-lagi, sang santri menyela dan mengajukan protes karena ada lagi materi khutbah yang dianggap tidak selaras dengan ilmu yang pernah ia gali sepuluh tahun lamanya itu. Untuk kali kedua ini, para jamaah tampak sudah hampir tidak dapat lagi menahan kesal dan hendak beranjak dari duduknya untuk mengusir orang asing tersebut. Bisa jadi sang santri tidak merasa atau tidak mampu membaca situasi, begitu protes ketiga terjadi, para jamaah pun habis dan hilang kesabaran, dengan satu komando dari imam, para jamaah itu serempak berdiri dan menghambur maju kea rah sang santri untuk mengeroyok sambil menempelengi, lalu menyeret dan mencampakkannya keluar mesjid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar